EKSPLORASI KONSEP MODUL 2.1

 

EKSPLORASI KONSEP MODUL 2.1


Pembelajaran Berdiferensiasi

Menurut Tomlinson (2001: 45), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Parameternya adalah:

  1. tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas

  2. merespon kebutuhan belajar murid

  3. lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar

  4. manajemen kelas yang efektif

  5. penilaian berkelanjutan

Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, disebutkan serangkaian prinsip yang harus diperhatikan guru dalam menyusun RPP. 

  1.  Memperhatikan Perbedaan Individu Peserta Didik

  2. Berpusat Pada Peserta Didi

  3. Berbasis Konteks

  4. Berorientasi Kekinian

  5. Mengembangkan Kemandirian Belajar

  6. Memberi Umpan Balik dan Tindak Lanjut Pembelajaran

  7. Memiliki Keterkaitan dan Keterpaduan Antar Kompetensi dan/atau Antar Muatan

  8. Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. 

Ketiga aspek tersebut adalah:

  1. Kesiapan belajar (readiness) murid

  2. Minat murid

  3. Profil belajar murid


1. KESIAPAN BELAJAR (READINESS)

Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata “Kesiapan Belajar”?

Bayangkanlah situasi berikut ini:



Dalam pelajaran bahasa Indonesia, setelah menjelaskan dan memberikan kesempatan murid-muridnya untuk mengeksplorasi beragam teks narasi, bu Renjana meminta murid-muridnya membuat sebuah draf contoh teks narasi sendiri. Ia kemudian melakukan asesmen terhadap draf teks yang telah dibuat oleh murid-muridnya. Setelah melakukan asesmen, ia menemukan bahwa ada tiga kelompok murid di kelasnya.


Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka juga cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja.

Kelompok B adalah murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik, namun kosakatanya masih terbatas.

Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan kosakatanya pun terbatas.

Informasi yang didapatkan ini kemudian digunakan oleh bu Renjana untuk merencanakan pembelajaran di tahapan berikutnya, dimana ia memberikan bantuan lebih banyak untuk murid-murid yang belum memiliki keterampilan menulis dan memberikan lebih sedikit bantuan untuk murid-murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik.


Dalam contoh di atas, Bu Renjana mengidentifikasi kebutuhan belajar dengan melihat kesiapan belajar.

Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang pembelajaran mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik, biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut sebenarnya menggambarkan beberapa perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan tingkat kesiapan belajar murid. Dalam modul ini, kita hanya akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif  yang terdapat dalam Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (2001: 47) tersebut.

Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).


  1. Bersifat mendasar - Bersifat transformatif

Saat murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru,  yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan membutuhkan informasi pendukung yang  jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide tersebut.  Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide-ide tersebut.  Selain itu, mereka juga membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat mendasar serta disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif. 

  1. Konkret - Abstrak

Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret, sehingga mereka mungkin masih perlu belajar dengan menggunakan beragam alat-alat bantu berupa benda konkret atau contoh-contoh konkret,  atau apakah murid sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak, sehingga mereka mungkin mulai dapat diperkenalkan dengan konsep-konsep yang lebih abstrak.

  1. Sederhana - Kompleks 

Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada satu waktu.

  1. Terstruktur - Terbuka

Saat menyelesaikan tugas, kadang-kadang ada murid-murid yang masih memerlukan struktur yang jelas, sehingga tugas untuk mereka perlu ditata dengan tahapan yang jelas dan cukup rinci, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Sementara mungkin murid-murid lainnya sudah siap untuk menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.

  1. Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)

Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.

  1. Lambat - Cepat

Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.

Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan.  Adapun tujuan melakukan identifikasi atau pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).


Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai berikut:                  

  • membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar;
  • mendemonstrasikan keterhubungan antar semua pembelajaran;
  • menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;
  • meningkatkan motivasi murid untuk belajar.


Minat sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu. Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur,  menarik dan menggunakan berbagai alat bantu visual.  Yang kedua, minat juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu. Minat ini disebut juga dengan minat individu. Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang menarik atau menghibur. 


Karena minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran, maka memahami kedua perspektif tentang minat di atas akan membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana ia dapat mempertahankan atau menarik minat murid-muridnya dalam belajar.


3. PROFIL BELAJAR MURID

Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri.  Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka. 

Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak terstruktur,  dsb. 

Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb.  

Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.

Preferensi gaya belajar.

Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru.  Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:

visual: belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan diagram, power point, catatan, peta, graphic organizer ); 

auditori: belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras, mendengarkan pendapat  saat berdiskusi, mendengarkan musik); 

kinestetik: belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).


Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha menggunakan kombinasi gaya mengajar.


Preferensi berdasarkan kecerdasan majemuk (multiple intelligences): Teori tentang kecerdasan majemuk menjelaskan bahwa manusia sebenarnya memiliki delapan kecerdasan berbeda yang mencerminkan berbagai cara kita berinteraksi dengan dunia. Kecerdasan tersebut adalah visual-spasial, musical, bodily- kinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal-linguistik, naturalis, logic- matematika.


7 Alasan Mengapa Pembelajaran Berdiferensiasi Dapat Berhasil (Ini adalah terjemahan bebas dari artikel yang dipublikasikan melalui website https://inservice.ascd.org/7-reasons-why-differentiated-instruction-works/) Berbicara tentang Pembelajaran Berdiferensiasi (Differentiated Instruction/ DI) harus dimulai dengan pemahaman yang akurat tentang apa itu DI — dan apa itu yang bukan DI. Anda mungkin terkejut mengetahui betapa mudahnya Pembelajaran Berdiferensiasi dilakukan di kelas Anda. 1. Pembelajaran Berdiferensiasi adalah bersifat proaktif. Dalam kelas, guru perlu selalu berasumsi bahwa murid yang berbeda memiliki kebutuhan yang berbeda dan secara proaktif merencanakan pembelajaran yang menyediakan berbagai cara untuk mengekspresikan dan mencapai tujuan pembelajaran. Guru mungkin masih perlu menyempurnakan pembelajaran untuk beberapa murid mereka, tetapi karena guru tahu beragam kebutuhan muridnya di dalam kelas dan memilih opsi pembelajaran yang sesuai, maka kemungkinan besar pengalaman belajar yang mereka rancang akan cocok untuk sebagian besar murid. 2. Pembelajaran Berdiferensiasi lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif.

Banyak guru secara salah berasumsi bahwa mendiferensiasi pembelajaran berarti

memberi beberapa murid lebih banyak pekerjaan untuk dilakukan, dan yang lainnya

lebih sedikit. Misalnya, seorang guru memberikan murid, yang memiliki kemampuan

membaca yang lebih tinggi, tugas untuk membuat dua buah laporan buku, sementara

murid yang kemampuannya lebih rendah hanya satu laporan saja. Atau seorang murid

yang kesulitan dalam pelajaran matematika hanya diharuskan menyelesaikan tugas

hitungan atau operasi bilangan, sementara murid yang lebih tinggi kemampuan diminta

menyelesaikan tugas hitungan dan ditambah dengan soal-soal cerita.

Meskipun pendekatan diferensiasi seperti itu mungkin tampak masuk akal, namun yang

seperti itu biasanya tidak efektif. Membuat laporan tentang satu buku bisa saja tetap akan

dirasa sebagai tuntutan yang tinggi untuk murid yang memang kesulitan. Seorang murid

yang telah menunjukkan penguasaan satu keterampilan matematika tentunya akan siap

untuk mulai bekerja dengan keterampilan yang lebih sulit. Menyesuaikan jumlah tugas

biasanya akan kurang efektif daripada mengubah sifat tugas.

3. Pembelajaran Berdiferensiasi berakar pada penilaian.

Guru yang memahami bahwa pendekatan belajar mengajar harus sesuai dengan

kebutuhan murid, akan mencari setiap kesempatan untuk mengenal murid mereka

dengan lebih baik. Mereka melihat percakapan individu, diskusi kelas, pekerjaan murid,

observasi, dan proses asesmen lainnya sebagai cara untuk terus mendapatkan wawasan

tentang apa yang paling berhasil untuk setiap muridnya. Apa yang mereka pelajari akan

menjadi katalis untuk menyusun dan merancang pembelajaran dengan cara-cara yang

membantu setiap murid memaksimalkan potensi dan bakatnya.

Di dalam pembelajaran berdiferensiasi, penilaian tidak lagi hanya dilakukan sebagai

sesuatu yang terjadi pada akhir unit untuk menentukan "siapa yang telah

mendapatkannya atau siapa yang sudah menguasai". Penilaian diagnostik dilakukan saat

unit dimulai. Di sepanjang unit pembelajaran, guru menilai tingkat kesiapan, minat, dan

pendekatan belajar yang digunakan murid dan kemudian merancang pengalaman belajar

berdasarkan pemahaman terbaru dan terbaik tentang kebutuhan murid. Produk akhir,

atau cara lain dari penilaian "akhir" atau sumatif, dapat dilakukan dalam berbagai bentuk,

dengan tujuan untuk menemukan cara terbaik bagi setiap murid untuk menunjukkan

hasil belajarnya.

4. Pembelajaran Berdiferensiasi menggunakan beberapa pendekatan terhadap

konten, proses, dan produk.

Di semua ruang kelas, guru berurusan dengan setidaknya tiga elemen kurikuler: (1)

konten — masukan, apa yang dipelajari murid; (2) proses — bagaimana murid berupaya

memahami ide dan informasi; dan (3) produk — keluaran, atau bagaimana murid

menunjukkan apa yang telah mereka pelajari.

Dengan membedakan ketiga elemen ini, guru menawarkan pendekatan berbeda

terhadap apa yang dipelajari murid, bagaimana mereka mempelajarinya, dan bagaimana

mereka menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. Kesamaan dari pendekatan yang

berbeda ini adalah bahwa semuanya dibuat untuk mendorong pertumbuhan semua

murid dalam usaha mereka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan

untuk memajukan atau meningkatkan proses pembelajaran baik untuk kelas secara

keseluruhan maupun untuk murid secara individu.

5. Pembelajaran berdiferensiasi berpusat pada murid.

Pembelajaran berdiferensiasi beroperasi pada premis bahwa pengalaman belajar paling

efektif adalah ketika pembelajaran tersebut berhasil mengundang murid untuk terlibat,

relevan, dan menarik bagi murid. Akibat dari premis itu adalah bahwa semua murid tidak

akan selalu menemukan jalan yang sama untuk belajar yang dengan cara yang sama

mengundangnya, sama relevannya, dan sama menariknya. Lebih lanjut, pembelajaran

berdiferensiasi mengakui bahwa pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang akan

datang harus dibangun di atas pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman sebelumnya

— dan bahwa tidak semua murid memiliki fondasi belajar yang sama pada awal proses

pembelajaran.

Para guru yang membedakan pengajaran di kelas-kelas yang memiliki keragaman

akademis berusaha untuk memberikan pengalaman belajar yang secara tepat menantang

untuk semua murid mereka. Guru-guru ini menyadari bahwa kadang-kadang tugas yang

tidak menantang bagi beberapa peserta didik bisa jadi sangat rumit bagi yang lain.

6. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan perpaduan dari pembelajaran

seluruh kelas, kelompok dan individual.

Ada waktu ketika pembelajaran seluruh kelas adalah pilihan yang efektif dan efisien. Ini

berguna untuk misalnya, membangun pemahaman bersama, dan memberikan

kesempatan untuk diskusi dan melakukan ulasan bersama yang dapat membangun rasa

kebersamaan.

Pembelajaran berdiferensiasi ditandai oleh irama berulang dari melakukan persiapan

kelas, mengulas kembali, dan berbagi, yang kemudian diikuti oleh kesempatan untuk

eksplorasi, ekstensi (pendalaman materi), dan produksi (menghasilkan pekerjaan)

individu atau kelompok kecil.

7. Pembelajaran berdiferensiasi bersifat "organik" dan dinamis.

Di setiap ruang kelas yang berbeda-beda, mengajar adalah sebuah evolusi. Murid dan

guru sama-sama menjadi pembelajar. Guru mungkin tahu lebih banyak tentang materi

pelajaran, namun mereka juga terus belajar tentang bagaimana murid mereka belajar.

Kolaborasi yang berkelanjutan dengan murid diperlukan untuk memperbaiki peluang

belajar agar efektif untuk setiap murid. Guru memantau kecocokan antara kebutuhan

murid dan proses pembelajaran mereka serta membuat penyesuaian sebagaimana

diperlukan.

Diadaptasi dari How to Differentiate Instruction in Academically Diverse Classrooms, 3rd

Edition, oleh Carol Ann Tomlinson, Alexandria, VA: ASCD. ©2017 oleh ASCD. Hak cipta

terdaftar.



Peran Kepemimpinan Sekolah dalam Keberhasilan Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi.


Meskipun Pembelajaran berdiferensiasi memang bukanlah sebuah gagasan yang baru, namun untuk banyak guru-guru, terutama yang terbiasa dengan pedagogi tradisional, implementasi pembelajaran berdiferensiasi ini mungkin pada awalnya akan tidak mudah, karena diperlukan perubahan paradigma dalam melihat proses pembelajaran. Bahkan untuk para guru yang sudah memiliki cara berpikir yang terbuka pun dan yakin dengan manfaat dari pembelajaran berdiferensiasi ini, mereka masih tetap perlu didukung dalam praktek penerapannya. Oleh karena itu, peran kepemimpinan sekolah menjadi sangat penting.


Kepala sekolah dan para guru diharapkan dapat memiliki pandangan dan tindakan yang selaras dan memiliki visi yang sama terkait dengan implementasi pembelajaran berdiferensiasi ini. Beberapa hal berikut ini mungkin dapat dipertimbangkan untuk menyelaraskan visi dan mendukung implementasi pembelajaran berdiferensiasi di sekolah.


  1. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, kepala sekolah diharapkan tidak hanya dapat meningkatkan pemahamannya tentang konsep pembelajaran berdiferensiasi dan teori-teori yang mendasarinya, namun juga memimpin guru- guru di sekolahnya dalam sebuah proses belajar yang berkelanjutan dengan terus merefleksikan praktek-praktek pembelajaran yang terjadi di sekolah serta mengambil pelajaran dari pengalaman tersebut. Kepala sekolah juga diharapkan memodelkan keyakinannya tentang pembelajaran yang berpusat pada murid lewat tindakan-tindakan dan pendekatan-pendekatan yang ia gunakan dalam merespon berbagai situasi di sekolahnya, termasuk dalam proses pengelolaan sekolah.

  2. Kepala sekolah dapat terus meningkatkan kapasitas guru-gurunya dalam mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi dalam rangka menguatkan pengetahuan dan keterampilan mereka. Ini dapat dilakukan dengan mendukung dan mendorong guru untuk belajar, memberikan akses ke peluang pengembangan profesional, serta menyediakan berbagai akses ke sumber-sumber belajar bagi guru, seperti buku-buku, serta membangun kemitraan untuk memberikan guru- guru akses ke contoh-contoh praktik baik, dsb.

Kepala sekolah dapat membangun sistem yang membantu guru-guru untuk dapat menerapkan prinsip dan praktik yang mereka pelajari, misalnya dengan mengatur jadwal yang memungkinkan adanya dukungan bagi pelaksanaan perencanaan kolaboratif, meninjau ulang proses dan mekanisme pelaksanaan proses penilaian kinerja dan supervisi pembelajaran, agar selaras dengan nilai-nilai dan praktek-praktek pembelajaran berdiferensiasi yang baik.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Posters Kelas 8G, H, I, J, K

Telling about Report Text of Class 9K

How to give comment in social media